Posted by : Unknown Minggu, 19 Oktober 2014

Sejarah air dalam kemasan di negara kita sangat menarik untuk dikupas. Kita tentu teringat pada satu nama produk yaitu Aqua yang menjadi pelopor air dalam kemasan botol (kaca). Saat ini air sudah dikemas dalam kemasan botol dan gelas plastik dalam berbagai ukuran. Menariknya lagi, jika kita ingin membeli air dalam kemasan, kita pasti akan menyebutnya Aqua, bukan merek yang tercantum. Padahal sudah banyak sekali merek air minuman kemasan di pasaran.

Jika kita telusuri ke belakang ternyata air kemasan di Indonesia (Hindia Belanda) sudah ada sejak masa kolonial. Adalah Hendrik Freerk Tillema sebagai pelopor air minuman kemasan di Hindia.

Hendrik Freerk Tillema dilahirkan di desa Echten di tepi danau Tjeuke. Echten adalah sebuah desa di Friesland, Belanda. Ia lahir 5 Juli 1870. Ayahnya, Sikke Tillema adalah seorang kepala sekolah. Ketika Hendrik berusia tujuh tahun, ibunya meninggal. Maka ayahnyalah yang menjadi panutannya.



Ia terpaksa tinggal dengan familinya di Heerenveen tempat ia menyelesaikan HBSnya pada tahun 1888. Setelah lulus ia pun kembali ke rumah. Ketertarikannya pada ilmu pengetahuan alam membuatnya rela berjalan 16 km hanya untuk mengikuti pelajaran ilmu alam di hari Minggu di Heerenveen. Karena kekurangan tenaga dokter dan apoteker, maka pemerintah pada 1889 membuka pendidikan persiapan di bidang tersebut. Tillema pun lulus ujian masuk Universiteit van Leiden tempat ia belajar menjadi apoteker. Selama dua tahun ia belajar di Leiden namun ia merasa tidak betah. Sejak 1891 ia pindah ke Groningen dan tiga tahun kemudian ia menyelesaikan pendidikan apotekernya. Ia pun bekerja di sebuah apotik di Bolsward.

Pada 1896 di usia 25 ia berangkat ke Hindia Timur. Ayahnya membukukan surat-surat Hendrik yang dikirimkan ke ayahnya dalam Mijn reis naar Semarang. Di Semarang ia bekerja di ‘ Samarangsche-Apotheek milik firma R. Klaasesz en Co. Menurut kontrak ia mendapat gaji 200 gulden per bulan pada tahun pertama, 300 gulden pada tahun kedua lalu 400 gulden. Setelah tahun ketiga, ia diangkat menjadi rekanan di perusahaan itu. Pada tahun 1899 ia dapat membeli perusahaan itu. Ia tetap mempertahankan nama Klaasesz en Co. Dalam usia belum genap 30 ia menjadi satu-satunya pemilik dan pemimpin di perusahaan itu.

Pekerjaan apoteker, seperti menimbang dan mempersiapkan bahan-bahan kimia bukanlah hal yang mengejutkan baginya. Sehingga sepertinya ia tidak merasa puas. Pada tahun pertama sebagai bos, ia berupaya mencari hal baru. Ketika ia membaca het Pharmaceutisch Weekblad , ia mendapati tulisan yang menyebutkan bahwa selama setahun jutaan botol minuman soda diimpor ke Jawa. Otak bisnisnya bekerja: kalau ia mampu menjual seratus ribu botol saja!

Samarangsche-Apotheek memiliki anak perusahaan yang membuat air dalam botol yang dalam beberapa tahun kemudian membangunnya menjadi pabrik hipermodern minuman soda. Tillema begitu memperhatikan higienis. Ia tahu bahwa air minum murni merupakan persyaratan bagi kesehatan. Pada mulanya ia tidak berhasil mencampurkan gas oksigen dalam air hingga ia teringat pada pelajaran di kelas 2 HBS mengenai hukum alam: Garam dapat larut dengan cepat dalam air hangat sedangkan gas dalam air dingin. Awalnya ia mendatangkan batu es tetapi itu terlalu mahal. Maka akhirnya ia memesan berton-ton air bersuhu 5 derajat celcius dari pabrik es. Tafelwater ( air minuman meja) nya semakin nikmat. Ia pun tetap bereksperimen dan mempelajari hal-hal baru.

Tahun 1901 ia membangun bangunan pabrik pertama di Hindia dengan beton tempat para buruh memurnikan dan mengisi air dalam botol di atas ban berjalan. Ayer blanda ( blank water) dari firma Klaasesz en Co memiliki etiket yang menarik perhatian di botolnya, kucing hitam dengan ekor yang melambai melompati huruf-huruf merk Hygeia. Hygeia ( atau sebenarnya Hygieia) merupakan anak perempuan dari Asklepios , dewa Yunani pelindung kesehatan.

Pada tahun 1901 ia berhasil menjual 500.000 botol Hygeia. Awal bulan Desember pada tahun yang sama ia menikahi Anna Sophia Weehuizen, seorang guru yang berusia 24 tahun. Anna lahir dan besar di Jawa, dari sebuah keluarga dengan sepuluh anak. Ayahnya meninggal dalam usia muda. Namun di bawah didikan ibunya, ia menjadi salah seorang dari anak-anak perempuan di Jawa yang meneruskan pendidikan HBS. Kelak setelah menikah ia menjadi pembaca dan pengoreksi banyak publikasi suaminya. Sepuluh bulan setelah perkawinan mereka, Anna melahirkan anak pertama. Dua tahun kemudian anak kedua lahir. Tillema sangat suka dikelilingi keluarganya. Maka ia mengajak anggota keluarga istrinya ikut bekerja di perusahaannya.

Ia mempelajari metode reklame Perancis dan proses produksi Amerika untuk memajukan usaha pabrik sodanya. Dengan segera ia membangun instalasi mesin pendingin sendiri. Ia juga mendatangkan bermacam-macam minuman (tafelwater) dari Eropa ke Hindia untuk menjual dan membandingkannya dengan produk buatannya. Ia juga mengembangkan usahanya dengan ikut mengimpor minuman ringan (tafelwater), anggur dan wiski.

Di Amerika yang sejak tahun 1890-an berhasil dengan minuman Coca-Cola serta diikuti iklan yang baik. Tillema pun menggunakan cara yang sama. Ia membagikan asbak -asbak yang bermerek minuman limunnya. Di atas perempatan paling sibuk di Semarang ia menggantungkan papan reklame yang cukup menarik perhatian. Foto-foto dari jalan-jalan tempat ia memasang iklan dijadikannya kartu pos dan dibagikan secara gratis dengan menggunakan kalimat: Limun Hygeia memang luar biasa! Ketika dewan kota memintanya mencabut semua reklamenya, Tillema sadar untuk menggunakan biaya reklame dengan cara menggunakan publisitas secara gratis yang dapat menjangkau massa yang lebih luas. Ia berupaya menguasai Semarang dengan menggunakan balon udara bertuliskan merek Hygeia yang melayang di atas kota Semarang.

Pada tahun 1909-1910 ia membangun sebuah pabrik baru dengan 80 tenaga kerja yang memproduksi 10.000 botol Hygeia perhari. Untuk mendukung kegiatan ‘eksperimen’ nya, ia membeli 2 miligram radium, tidak lama setelah ditemukan oleh pasangan Currie. Orang-orang di seluruh Semarang datang menyaksikan.



Produk-produk Tillema hanya dibeli oleh orang Eropa. Seperti yang tulis di tahun-tahun awal: ‘ Ketika seorang importir dari minuman (tafelwater) Eropa mulai merasa disaingi, pengusaha itu mempengaruhi publik bahwa pabrik minuman saya tidak baik. Saya menulis brosur kecil dan mengirimkannya secara tercatat kepada ribuan orang di Jawa. Orang-orang yang belum pernah menerima surat tercatat datang ke kantornya. Pada hari itu sekurang-kurangnya ribuan makian saya terima. Tetapi tujuannya tercapai. Ia mengirim foto-foto pabrik modern miliknya yang begitu bersih seperti ruangan operasi rumah sakit’. Bagi sekelompok pelanggan ia mengajak mereka meninjau keliling pabrik.

Tillema suka sekali mengunakan foto-foto yang pada awal abad merupakan sebuah medium baru di awal abad ke-20. Maka ia membuat sebuah buku berisi foto-foto wajah kota Semarang. Di belakang bukunya ia memasang merek Hygeia dan di pinggirnya daftar harga anggur dan wisky. Setahun ia menghabiskan dana untuk reklame sebesar 50.000 gulden dan dengan segera ia menikmati hasilnya. Dana besar yang ia keluarkan untuk reklamenya pun menjadi bahan pembicaraan sendiri. Ia berupaya membangun citra dirinya: Tillema, apoteker yang dapat dipercaya dan bagi mereka yang percaya pada kemurnian. Ia pun membuat brosur dengan foto-foto dirinya dalam berbagai pose yang memperlihatkan bagaimana cara terbaik menuang sebotol Hygeia. Foto-foto itu disertai teks: Ajarilah para pembantu Anda bagaimana mereka harus menuang Hygeia sehingga tidak banyak air bersoda yang terbuang.’

Minuman Hygeia baik limun bergas dan air mineral sangat populer di seluruh Hindia. Botol-botol dengan tutup dari porselen berlapis karet berharga 25 sen gulden. Enam botol kosong dengan 75 sen dapat ditukar dengan enam botol yang penuh. Precis seperti botol-botol minuman sekarang sebotol Hygeia pada masa itu disegel dengan sehelai kertas.

Dalam beberapa tahun Tillema menjadi sangat makmur. Pabrik minuman ringannya memberikan keuntungan negeri jajahan yang berasal dari air paling murni. Ia pun menikmati kekayaaannya dengan segera. Ia merupakan salah satu dari orang-orang yang mendatangkan sebuah mobil (dari Jerman) ke Semarang. Sejak didirikannya ia sangat antusias menjadi anggota de Semarangsche Auto Club.

Pada 30 November 1909 ia menjadi berbagai anggota komisi dewan kotapraja Semarang yang masih baru. Baru pada 1910 ia menjadi anggota dewan kota praja. Pertengahan tahun 1911 Tillema mengikuti lagi pemilu dan salah satu semboyannya adalah: Enyahlah Malaria karena itu pilihlah Tillema.

Tambahan :

Perusahaannya terus berkembang namun dengan alasan agar dapat tinggal bersama dengan anaknya yang bersekolah di Belanda, pada tahun 1914 ia menjualnya.

Di Belanda ia mulai membuat sketsa untuk konferensi mengenai perumahan tetapi tidak jadi karena pecah perang dunia I. Ia melanjutkan sendiri dan hasilnya ia tulis dalam buku Kromoblanda, sebanyak 6 jilid (diterbit antara 1915 dan 1923)

Setelah Kromoblanda selesai ia pergi lagi pada tahun 1924/1925 ke Indonesia. Hasil petualangan diterbitkan dalam buku Zonder Tropen – Geen Europa! , lengkap dengan 300 foto. Dengan buku ini Tillema menerangkan bahwa kekayaan Barat pada umumnya berasal dari “dunia ketiga” Seandainya Eropa sadar akan hal itu mereka harus semakin peduli dengan perkembangan di dunia ketiga.

Tillema dalam arsip fotonya mengkritik pemerintah kolonial. Kekayaannya memungkinkan memakai media baru, yaitu dunia foto. Foto-foto yang manis dari ‘tempo doeloe’ dilengkapi dengan foto foto ‘orang kecil’ (“de gewone man“). Ada perbedaan yang sangat mencolok antara foto Vila orang-orang Belanda dan foto gubuk-bubuk orang Dayak.

Zonder Tropen – Geen Europa! adalah karya besar yang terakhir dari Tillema, dimana ia mengusahakan agar sifat acuh-tak acuh Belanda terhadap Indonesia bisa berubah.

Setelah itu Tillema berusaha untuk memberi informasi tentang Indonesia dan penduduknya. Pada tahun 1927/1928 untuk kedua kalinya ia ke Indonesia khususnya kedaerah sungai Barito. Hasil perjalanannya ditulis dalam rubrik sebuah majalah dan kemudian membuat film “Langs Borneo’s breede stromen”. Tiga tahun kemudian ia ke Indonesia khususnya ke Kalimantan. Pada tahun 1933 ia mengedit filmya Naar Apo-Kajan , durasi 68 menit . Kemudian menulis buku: Apo-Kajan. Een filmreis naar en door Centraal-Borneo, 1938, lengkap dengan 336 foto.

Bersama dengan ratusan foto lainnya ia menerangkan keadaan di Indonesia lewat rubrik: ‘praatjes bij plaatjes’. Rubrik mingguan yang terbit dalam 46 koran propinsi: diterbitkan dalam buku: “Ons Indisch boekje”.

Pada tahun 1938 Tillema menyumbangkan perpustakaannya dan arsip – 5000 foto bersama klisenya dan 6000 foto dari teman tanpa klise kepada Rijksmuseum voor Volkenkunde di Leiden. Tanggal 9 Nopember 1940 beliau terima gelar doctor honoris causa di universitas Groningen.

Awal tahun 1943 ia harus mengungsi dari Bloemendaal karena terjadi perang. Sampai 1945 ia tinggal bersama anaknya di Eindhoven. Setelah perang ia kembali ke villa “Semarang” di Bloemendaal dimana beliau meninggal dunia waktu istirahat siang.

Foto Botol botol Hygeia

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Soul -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Refinaldi